This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Laman

Mimpi Bunga 4

“Kotak itu, hadiah untukku kan? Hadiah penyambutan?” Biyan tertawa kecil ketika aku memungut kotak berisi kue jahe.
“Hah? ini?” Aku balik bertanya kikuk, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Tanpa kusadari tiba-tiba saja kotak itu sudah berada di tangan Biyan.
“Celeste, kamu nggak mau aku masuk ke rumah kamu ya?” Pertanyaan Biyan yang satu ini membangkitkan kesadaranku.
“Eh?” Aku mendongak ke atas langit yang mendung. Sebentar lagi mungkin hujan dan aku hampir menjadi orang jahat yang membiarkan tamuku disambut dengan guyuran hujan. “Mari masuk,” kataku akhirnya.
Biyan akhirnya memakan kue jahe yang sebagian tidak utuh lagi bentuknya. Tetapi ia tidak membaca kartu ucapan yang sebelumnya kubuat untuknya sebagai ucapan perpisahan. Aku sama sekali tidak pernah menyangka bahwa ia akan datang hari ini. Keterangan yang kudapat adalah ia secepatnya akan pulang dua bulan lagi.
“Bagaimana kuenya?” Tanyaku basa-basi.
“Hmm…, rasanya aneh.” Biyan mengerutkan kening. Tangan kirinya bergerak di atas perutnya. “Perutku tiba-tiba jadi aneh juga sehabis makan kue yang kamu buat.”
“Masak? Aku tidak merasa bermasalah setelah setelah merasai kue itu tadi?” Aku merasa panik campur kesal gara-gara kue itu. Tidak, sebenarnya mungkin aku merasa kesal pada diriku sendiri.
“Tunggu sebentar, tahan rasa sakitnya, biar ku ambilkan obat.” Aku bergegas bangkit dari duduk seraya tersenyum mencoba menenangkan Biyan.
“Tunggu, Celeste.” Biyan memegang tanganku. “Aku Cuma bercanda. Kue kamu bebas desinfektan, tidak beracun pula. Satu lagi, kamu kelihatan lucu kalo sedang panik, hehehe”
“Ini sama sekali nggak lucu! Lagipula kamu salah paham. Aku tidak berpikiran untuk memberikanmu obat sakit perut, tapi aku akan memberimu obat pencuci perut.” Aku menghempaskan tangan lalu bertingkah seolah-olah marah.
“Tuh kan, kamu tambah manis kalau sedang marah!” Biyan malah tertawa. Aku menyerah untuk berargumentasi dengannya.
Setelah itu, aku hanya bisa duduk manis mendengarkan celotehan Biyan tentang kisahnya selama kuliah di negeri orang. Aku merasa, seakan-akan ia tidak pernah kehabisan topik untuk dibicarakan. Aku tak bisa mengomentari sebanyak yang ia katakan padaku. Aku adalah pendengar setia, juga terbaik untuknya.
Meski ia kuanggap kakak merangkap teman baik yang berattitude dewasa, tapi kadang-kadang ia bertingkah seperti anak kecil. Mengajukan permintaan kekanakan. Meminta dibuatkan kue-kue tertentu. Mengirim sms bahwa ia sedang sakit, sedang bahagia, sedang sedih, atau bahkan mengeluh. Sikapnya itu kadang membuatku muak dan membuatku sakit. Apa kau bisa membayangkan jika diri ini menjadi tong sampah? Setiap hari menerima rupa-rupa barang hingga penuh sesak. Dan kau menjadi gila karenanya. Padahal, asal kau tahu, aku hampir tidak pernah bercerita apapun padanya selain dari yang terlihat daripadaku. Toh semua itu tidak akan berguna. Aku tak ingin menerima saran-saran standar darinya. Aku juga tidak mau menerima intervensinya atas hidupku. Semua itu, karena aku yakin kami berdua punya dunia yang jauh berbeda. Meski berlayar di lintasan yang sama kami berada di bahtera yang berbeda, juga dengan dermaga tujuan yang berbeda.

0 komentar: