Inovasi dan Kategori Adopter
Inovasi merupakan suatu gagasan/ide,
praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau kalangan tertentu.
inovasi bisa lahir dari tangan siapa saja dan kapan saja. Tentu saja inovasi diciptakan
dengan harapan dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah. Inovasi juga lahir di
berbagai bidang, khususnya pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, ada prodi
khusus yaitu Teknologi Pendidikan yang tujuan mulia utamanya adalah
memfasilitasi pembelajaran. Dengan kata lain teknologi pendidikan berupaya
memecahkan masalah belajar, agar orang bisa belajar, entah itu dengan
menggunakan cara tertentu, atau memanfaatkan sumber-sumber tertentu. selain
itu, teknologi pendidikan juga selalu berupaya menghasilkan inovasi-inovasi di
ranah pembelajaran atau pendidikan umumnya dalam rangka memudahkan orang untuk
belajar. Apa saja inovasinya? Inovasi yang dihasilkan teknologi pendidikan
tentu saja tak terhitung banyaknya. Tengoklah masa-masa awal penelitian media,
hingga tren hypermedia. Dan kini ranah pembelajaran sudah menyentuh pada dunia
berjaringan.
Bicara tentang inovasi, teknologi
pendidikan sudah pasti harus bisa menghasilkan suatu inovasi, entah itu dengan
cara discovery, invention, atau bahkan ATM, amati, tiru dan modifikasi.
Menghasilkan inovasi saja tidak cukup. Inovasi harus ada yang mengadopsinya.
Karena itu ada yang namanya difusi inovasi, serta para adopter yang mengadopsi
inovasi. Para adopter ini dikategorikan secara khusus menjadi lima, yaitu
innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Namun,
bagaimana dengan persepsi mahasiswa TP (TPers) sendiri mengenai pengkategorian
ini? Jika mereka merupakan subjek dari suatu inovasi, kategori adopter mana
yang sesuai dengan mereka pribadi?
Berikut ini merupakan hasil survey
melalui internet review mengenai pendapat mahasiswa berkaitan dengan kategori
adopter.
Tabel 1. TPers dalam Kategori
Adopter
Dari tabel di atas tentang kategori
adopter dari TPers, 10 orang adalah innovator. Delapan orang adalah early
adopter, 10 orang early majority, dan 2 orang adalah late majority.
Grafik 1. TPers dalam
Kategori Adopter
Dari grafik di atas tentang kategori
adopter dari TPers, 10 orang adalah innovator. Delapan orang adalah early
adopter, 10 orang early majority, dan 2 orang adalah late majority.
Grafik
2. TPers dalam Kategori Adopter
Dari diagram di atas tentang kategori adopter dari TPers, 33%
orang adalah innovator. 27% orang adalah early adopter, 33% orang early majority, dan 7% orang adalah late
majority.
Tabel 2. Alasan TPers dalam
Kategorisasi Adopter
Dari tabel di atas diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 6 orang berpendapat TPers
cepat menerima inovasi. 11 orang berpendapat TPers mampu menghasilkan inovasi
khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 9 orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 2 orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 2 orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
Grafik 3. Alasan TPers
dalam Kategorisasi Adopter
Grafik di atas menggambarkan
kuantitas dari alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter.
Grafik 3. Alasan TPers
dalam Kategorisasi Adopter
Dari diagram di atas diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 20% orang berpendapat
TPers cepat menerima inovasi. 37% orang berpendapat TPers mampu menghasilkan
inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 30% orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 7% orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 7% orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
TPers dalam Kategori Adopter
Berdasarkan data di atas, dapat kita
ketahui bahwa TPers dalam memosisikan dirinya dalam kategori adopter sebagi
berikut. 33% orang memilih menjadi innovator. 27% orang menganggap dirinya
early adopter, 33% orang memilih aman
menjadi early majority, dan 7% orang menganggap dirinya late majority. Dengan
demikian mayoritas TPers lebih memosisikan dirinya sebagai innovator dan early
majority. Rogers dalam penelitiannya menjabarkan ciri-ciri dari tiap kategori
adopter ini. Jadi, dapat kita bayangkan mengapa TPers ini berbeda-beda dalam
mengkategorikan dirinya pada tipe-tipe adopter inovasi.
Sementara itu, diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 20% orang berpendapat
TPers cepat menerima inovasi. 37% orang berpendapat TPers mampu menghasilkan
inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 30% orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 7% orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 7% orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
Pada data sebelumnya terlihat jelas
bahwa sebagian TPers mengkategorikan dirinya sebagai innovator, bila setelah
lulus nanti dari prodi TP. Dan alasan yang paling jamak dalam pengkategorian
adopter ini adalah TPers mampu menghasilkan inovasi, khususnya untuk
memfasilitasi pembelajaran. Sebagai innovator TPers berpikir bahwa mereka
setidaknya harus menghasilkan sebuah inovasi dalam rangka memcahkan masalah
belajar. Padahal dalam kategori adopter menurut Rogers, innovator merupakan
individu yang pertama kali menerapkan inovasi, fresh from the oven, terlepas
apakah dia inventor dari inovasi itu ataukah bukan. Menurut Rogers lagi,
seorang innovator berani mengambil resiko kegagalan atas inovasi yang
diadopsinya, dan tentu ia lebih open minded dan dekat dengan sumber-sumber
pengetahuan.
Perbedaan mengenai pendapat TPers
dalam mengkategorikan dirinya bisa disebabkan oleh hanya satu sebab, yaitu
heterofilitas atau heterogenitas. Memang, TPers berada dalam jurusan yang sama,
kelas yang sama, di ajar oleh dosen yang sama, tapi itu tidak berarti membuat
mereka menjadi seragam dalam hal selera dan pikiran. Dalam difusi inovasi sendiri dikenal istilah
heterofili dan homofili. Hal yang paling menarik tentu saja heterofili. Meski
orang-orang dalam heterofili berada pada wilayah/tempat yang sama, tetapi
mereka mempunyai status sosial yang berbeda, latar belakang keluarga yang
berbeda (semisal suku, ras agama), tingkat pendidikan yang berbeda, bahkan
perbedaan kebiasaan. Hal-hal semacam inilah yang membuat difusi inovasi
menarik. Imbasnya adalah adanya kategori-kategori adopter. Innovator, early
adopter, early majority, late majority, laggard, punya kekhasannya masing
masing. Perbedaan kategori adopter ini malah akan memudahkan dalam penyususna
strategi difusi inovasi yang tepat.
Dengan demikian dalam hal TPers dan
kategori adopter, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, mayoritas
TPers mengkategorikan dirinya sebagai innovator dan early majority seiring
dengan kenyataan bahwa ia akan terjun ke masyarakat sebagai lulusan TP. Kedua,
alasan yang paling sering diungkapkan tentang kategorisasi ini adalah TPers
mampu menghasilkan inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran, serta
dalam mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. Ketiga, adanya
perbedaan pendapat di antara TPers mengenai kategorisasi adopter ini karena
unsur heterofilitas pada tiap-tiap TPers.
0 komentar:
Posting Komentar