Kenek Metromini
Label: Cerita aja......kemarin baru naik metromini jurusan kampung melayu-rawamangun (apa pulogadung y?). supirnya masih muda, kira-kira di kisaran umur 20an. tipe-tipe supir yang ugal-ugalan kalo di jalan. dan memang benar. jalur transjakarta aja diterobos. tapi metro yang saya tumpangi tidak sendirian menembus jalan busway :)
saya tidak akan membahas supir metromini itu lebh lanjut, karena yang menarik perhatian saya adalah keneknya. keneknya bukan artis, apalagi evan sanders, tidak pula ganteng. keneknya itu perempuan. penampilannya biasa saja seperti wanita biasa. pake kaus ketat, rambutnya diikat, tidak namak pula sifat tomboy. figurnya lumayan menarik lah. kulitnya hitam manis (sawo kematengan kali y?). berani bertaruh kalo kulitnya menghitam itu pasti gara-gara terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama. karena jadi kenek yang tugasnya dan medan kerjanya seperti itu, ya jadinya agak dekil. coba kalo dia jadi kenek busway, pasti dari pagi sampai malam tetep cantik dan rapi.
anyway, bukan kali ini saja saya menemukan perempuan yang bekerja sebagai kenek (atau nyambi jadi kenek?). sebelumnya kenek perempuan yang saya temukan adalah ibu-ibu. yeah, dari body dan gesturenya ketahuan lah kalo dia sudah berkeluarga. nah, kenek perempuan yang saya temukan kemarin itu disinyalir masih singel. abis, badannya masih bagus sih. tapi, saya nggak peduli lho dia single atau tidak. bukan selera saya sih.
yang ingin saya katakan adalah, salut buat perempuan itu mau capek-capek dan berdekil ria menjadi kenek metromini yang you know lah keadannya. jangan bayangkan berapa penghasilannya, tapi bayangkanlah keringat cucurannya selama beberapa rit. menurut saya, jadi kenek perempuan tetp lebih terhormat dari pada perempuan peminta-minta dan pengamen yang seringnya membawa bayi atau balita yang kita tidak tahu apakah itu balita sewaan atau asli anaknya. kesannya mereka menjual kesengsaraan balita yang dibawanya untuk menarik simpati orang-orang. padahal kan kasian, bayi-bayi atau balita yang disewa itu. fyi, untuk mengetahui apakah balita yang dibawa perempuan pengamen atau peminta-minta itu anaknya atau bukan, perhatikan sikap dan gesture si perempuan pada anaknya. insting seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya terpapar matahari dan kepanasan, selalu memastikan kalo anak dalam gendongannya baik-baik saja, bisa menenangkan dengan lembut si balita kalo rewel, memberikan minuman yang layak bagi si balita (saya sering melihat para perempuan itu juga membawa botol susu yang berisi susu atau malah cuma air teh belaka). pokoknya bandingin aja sama ibu-ibu yang biasa ngegendong anaknya, pasti ada perbedaannya.
kadang saya juga bertanya, kok dia mau sih jadi kenek? tahu sendiri jakarta panas dan metromini tidak berAC. ada beberapa kemungkinan. 1. terdesak ekonomi, jadilah ia kenek metromini secara permanen. 2. cuma iseng nyambi jadi kenek sesekali buat cari tambahan uang atau pengen jalan-jalan aj :). 3. si supir metromini adalah pacarnya (atau mungkin suaminya?), jadi dia nggak rela cowoknya lirik-lirik penumpang cewek dan jadi keneknya buat ngawasin cowoknya yang supir metromini itu. makanya si kenek akan jealous pada penumpang cakep dan mungkin malah menarik sewa lebih mahal, hihi.
0 komentar
Cerita Tentang Nenek
Label: Cerita aja......
Sebelum aku pikun dan melupakannya, dan sebelum ia meninggalkan dunia fana, ada baiknya aku bercerita tentang nenekku. Bagaimanapun, dia orang tua yang melahirkan orang tuaku.
0
komentar
Diposting oleh
ZU_Cute
di
09.25
Perawakannya kecil saja seperti perempuan tropis pada umumnya. ketika badannya mulai tinggak tulang dibalut kulit keriput, perawakannya tetap tidak berubah banyak, kecuali badannya bungkuk karena di masa muda sering membawa beban berat. figur wajahnya sekarang tidak berbeda dengan figur yang ada di foto yang diambil sekitar tahun 70 atau 80an. cuma keriputnya yang sangat bertambah banyak.
Ketika kecil, nenek bagiku adalah orang yang sangat menyebalkan. selalu benci pada cucunya ini, apalagi bila melihatku membawa teman sebaya main main ke rumah. tambahan lagi, kadang ia juga marah jika aku pergi keluar rumah untuk main bersama teman. makanya, aku lebih sering main sendiri di dalam rumah dan membaca buku. hal ini mungkin menjadikanku anak rumahan yang introvert dan kurang bersosialisasi. pendek kata, tiada hari tanpa omelan dari nenek yang cerewet. ssaudara yang sebaya dengankupun , teman mainku juga, berujar bahwa nenek adalah orang paling cerewet dan rempong sedunia.
Karena aku perempuan, sudah sewajarnya aku dituntut untuk bisa mengerjakan tugas dapur atau rumah tangga. ya, misalnya mencuci piring kotor, dan memasak. waktu SD dan SMP, teman-teman sebayaku sudah mahir memasak nasi dan mengerjakan tugas rumah tangga lain, sedangkan aku belum bisa apa-apa. masak mie instanpun seringnya cuma diseduh dengan air panas! sebalnya, nenek dan ibuku sering membandingkanku dengan anak tetangga. aku cuma bisa mengangguk-angguk saat mereka mulai bicara betapa rajinnya anak tetangga membantu ibunya di dapur. padahal, kalau dipikir, nenekkulah yang punya andil besar menjadikanku anak perempuan tanpa skill masak. bagaimana tidak, kalau nenek dan ibuku sedang memasak atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, aku kadang dianggapnya sebagai pengganggu kegiatan mereka. bagaimana bisa masak kalau tidak pernah diajari dan dilarang masuk dapur? konyol deh.
Hal menyebalkan lain, nenek sering pilih kasih pada cucu-cucunya. tentang ini, aku tidak akan menjelaskan lebih detil. meski aku tidak mau mengakui kelakuan nenek yang tidak terpuji itu, hati kecilku menjerit bahwa dia memang melakukannya! itu memang membuatku iri dan sedikit kesal. tapi aku tak pernah menunjukannya, aku selalu menahan diri, kau tahu? dengan berlalunya waktu, dia seharusnya tahu anak cucu mana yang benar tulus merawat dan menyayanginya tanpa pamrih.
Tentang mengapa ia sering marah-marah tidak jelas di rumah. aku hanya bisa berspekulasi bahwa ia memendam suatu kekecewaan dan kemarahan yang ia tidak tahu harus melampiaskannya kemana. padahal, ia harusnya mengutuk perbuatannya sendiri yang malah berujung pada penyesalannya. jika ia tak punya alasan untuk memarahiku, atau saudaraku, ia akan mencari-cari kesalahanku, ibuku, dan ayahku. ia juga sering mengumpat atau memaki keberadaan ayahku. what the hell, padahal ayahku (menantunya) ada karena andil nenekku juga. how pathetic.
Nenekku itu, penakut. ia tidak berani tidur sendiri. aku sering menemaninya tidur di kamarnya hanya dengan harapan ia akan memberiku uang jajan tambahan :). tapi, tidak selalu dikasih sih, kalau waktu-waktu mau tidur, kesalku hilang padanya, tapi kalau hari berganti, berganti pula mood nenek.
Kini, nenek sudah menjanda selama sepuluh tahun lebih. tidak akan ada yang berpikir dia akan menikah lagi. never never.
Ia sekarang cuma bisa berbaring, duduk leyeh-leyeh di ranjang. gara-gara insiden di seruduk salah satu buyutnya, ia mengalmi pergeseran tulang lutut. kesempatan untuk bisa normal dari kelumpuhan tidak akan beranjak dari 0%. tulangnya memang sudah rapuh, sulit untuk sel-sel tulangnya beregenerasi. jadinya, sekarang ia diurus oleh anaknya, seorang janda juga, kakak ibuku. tapi, kami sekeluarga besar bahu membahu merawatnya. termasuk aku.
uwakku itu, janda yang lumayan baik, tapi kalau sudah marah akan meledak-ledak. ini biasanya disebabkan oleh sikap nenekku yang makin kayak anak kecil dan cerewet. jadi ingat, bahwa siklus hidup manusia akan kembali seperti pada waktu bayi/kanak-kanak. kadang aku kasihan melihat nenek dicuekin dan dibentak oleh anak-anaknya minus ibuku. yah mau gimana lagi, kembali pada attitudenya yang kekanakan dan kadang sombong. ditambah lagi anak-anakknya tidak mau mengerti bahwa fisik dan psikis nenek itu sudah berubah seperti fitrah seorang manusia biasa. sepertinya mereka tidak mempelajari psikologi perkembangan. kalau aku sekarang menghadapinya dengan santai saja, kalau ia membuatku emosi, aku biasanya diamkan saja dan tidak memasukkannya ke hati.
Secret Behind
Label: Confession
Should i know?
Di setiap sisi kehidupan manusia selalu ada ruang untuk bersembunyi dari kejujuran, bahkan dari kebohongan. Tempat untuk menyimpan sesuatu, membekukan memori.
Terkadang kita memang lebih baik menerima kebenaran. Tapi, banyak juga hal-hal yang lebih baik tersembunyi karena kemunculannya hanya akan menimbulkan dilema dan kegalauan bagi yang menerimanya.
ketika dihadapkan pada suatu kenyataan, cara terbaik yang disarankan semua orang adalah menerimanya dengan lapang dada. tapi ruang di dada tidak seluas stadion, emosi manusia bisa terusik tak menentu. Diam dan ketidak acuhan mungkin menjadi solusi emas. sayangnya tak semua jalan keluar mutlak memberikan ketenangan. selalu ada rongga, selalu ada cacat.
di sisi lain, akan sangat menjengkelkan jika rasa dahaga akan sesuatu yang misteri tidak terpuaskan. manusia akan terus mencari tahu, mengoreknya dengan segala cara. di lain pihak, ada saja orang yang hanya diam, tapi mulut dan otaknya terus berspekulasi memunculkan prasangka yang mungkin menyulut kebencian.
haruskan kita menyajikan kebenaran belaka, haruskah kita menuntut kejujuran setiap detik. 0 komentar Diposting oleh ZU_Cute di 08.45
Di setiap sisi kehidupan manusia selalu ada ruang untuk bersembunyi dari kejujuran, bahkan dari kebohongan. Tempat untuk menyimpan sesuatu, membekukan memori.
Terkadang kita memang lebih baik menerima kebenaran. Tapi, banyak juga hal-hal yang lebih baik tersembunyi karena kemunculannya hanya akan menimbulkan dilema dan kegalauan bagi yang menerimanya.
ketika dihadapkan pada suatu kenyataan, cara terbaik yang disarankan semua orang adalah menerimanya dengan lapang dada. tapi ruang di dada tidak seluas stadion, emosi manusia bisa terusik tak menentu. Diam dan ketidak acuhan mungkin menjadi solusi emas. sayangnya tak semua jalan keluar mutlak memberikan ketenangan. selalu ada rongga, selalu ada cacat.
di sisi lain, akan sangat menjengkelkan jika rasa dahaga akan sesuatu yang misteri tidak terpuaskan. manusia akan terus mencari tahu, mengoreknya dengan segala cara. di lain pihak, ada saja orang yang hanya diam, tapi mulut dan otaknya terus berspekulasi memunculkan prasangka yang mungkin menyulut kebencian.
haruskan kita menyajikan kebenaran belaka, haruskah kita menuntut kejujuran setiap detik. 0 komentar Diposting oleh ZU_Cute di 08.45
Mungkin ini akan menjadi cuplikan sejenak yang akan mudah terlupa beberapa saat kemudian. tapi hal ini pernah ada, nyata, observability.
Ada masanya emas, hari kejayaan yang cerah, ditiup angin sepoi-sepoi berdiri di bawah langit biru berawan columbus.
Perasaan itu memercik seperti bunga api yang terang, lalu lenyap begitu saja. Cahayanya tetap terbayang, tapi panasnya sudah terlupa.
Bukan mistik, intuisi yang misterius, tapi seperti premonition yang mengatakan bahwa waktu sudah tak banyak. badan akan segera tenggelam, hilang.
Tapi, perasaan ini belum, tidak, pernah tersampaikan. mungkinkah akan terkubur selamanya tertutup keengganan dan kebencian yang menghitamkan hati.
perjuangan hanya tinggal nama, tetap terkurung dalam gundukan. terasa nyaman tapi mengesalkan, menyedihkan.
sepertinya tidak akan meninggalkan apa-apa dalam hidup.
jika aku mengatakannya, jika tersenyum di depannya, akankah takdir bergerak berpihak padaku.
udara, kuharap sudi bisikkan sebuah kebenaran padanya. berikanku juga balasan darinya secepatnya.
at any rate, i hate to recall that i have no time left
0 komentar Diposting oleh ZU_Cute di 12.15
Penelitian Skripsi Konsentrasi Pembelajaran di Jurusan Teknologi Pendidikan
A. Latar Belakang
Skripsi secara official merupakan karya tulis ilmiah hasil penelitian yang dibuat
sebagai syarat kelulusan bagi seorang mahasiswa strata 1. Beragam topik atau
masalah dapat diteliti dan dipecahkan melalui skripsi tersebut. Skripsi dapat
juga disebut sebagai mahakarya mahasiswa, karena selama kurang lebih 4 tahun
menuntut ilmu, segala pengetahuan yang didapatkannya dituangkan ke dalam bentuk
skripsi. Penelitian skripsi itu tentu saja menggunakan berbagai jenis metode
dan segala tetek bengek lainnya. Hal yang paling utama adalah tiap skripsi
mempunyai ciri khas yang dapat ditinjau dari jenis penelitian yang dilakukan.
Misalnya, penelitian skripsi ada yang jenis penelitiannya termasuk action
research, sementara yang lainnya adalah penelitian evaluasi.
Sementara itu, Jurusan Teknologi
Pendidikan yang mempunyai tiga konsentrasi juga menuntut mahasiswanya membuat
penelitian skripsi yang sesuai dengan konsentrasinya. Masing-masing konsentrasi
itu adalah teknologi kinerja, pembelajaran, dan media. Perbedaan kriteria ranah
konsentrasi ini terkadang menghasilkan variasi jenis penelitian skripsi yang
berbeda pada tiap konsentrasi. Rata-rata tiap periode kelulusan kurang lebih
30an skripsi mahasiswa TP dihasilkan. Ini sesuai dengan jumlah mahasiswa yang
diwisuda. Jika tiga puluh skripsi itu dipukul rata dibagi tiga konsentrasi maka
skripsi tiap konsentrasinya berjumlah 10 skripsi. Tahun terbitnya skripsi ini
dari 2007 hingga 2011. D alam setahun, dua periode kelulusan, dapat dihitung
berapa jumlah penelitian tiap konsentrasinya.
Terkait dengan konsentrasi di Jurusan
Teknologi Pendidikan, yang menarik perhatian adalah konsentrasi pembelajaran.
Konsentrasi pembelajaran tentu tidak kalah luas garapannya dengan konsentrasi
lain. Produk maupun gagasan dapat dihasilkan melalui penelitian skripsinya.
Penelitian dari konsentrasi pembelajaran pun banyak yang dilakukan di lapangan.
Demikian juga dengan berbagai jenis penelitian yang dilakukan. Karena itu
peneliti ingin mengetahui jenis-jenis penelitian apa saja yang dilakukan dalam
penelitian skripsi pada konsentrasi
pembelajaran. Untuk penelitian ini peneliti mengambil sampel 10 skripsi
konsentrasi pembelajaran yang diambil secara acak dari tahun 2007 hingga 2010.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan survei terhadap
skripsi-skripsi tersebut demi mendapatkan data mengenai jenis-jenis penelitian
pada skripsi konsentrasi pembelajaran yang terbit dalam kurun waktu 5 tahun.
B. Data Penelitian
Berikut ini merupakan data hasil penelitian.
Gambar 1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tingkat Explanasi
Dari gambar di atas terlihat bahwa jenis penelitian skripsi
berdasarkan tingkat expalanasinya adalah peneltiian deskriptif, komparatif,
asosiatif. Sebanyak 6 skripsi atau 60% merupakan jenis penelitian deskripsi.
Tidak ada skripsi yang jenis
penelitiannya komparatif dan asosiatif.
Gambar 2. Jenis Penelitian Berdasarkan Metode
Pada gambar di atas terlihat bahwa jenis penelitian skripsi
berdasarkan metode sejumlah 4 skripsi. 2 skripsi atau 20% merupakan jenis
penelitian evaluasi. 2 skripsi lainnya, juga 20% termasuk dalam jenis
penelitian PTK (action research).
Gambar 3. Jenis Penelitian Berdasarkan Data & Analisis
Dari gambar
di atas diketahui bahwa jenis penelitian berdasarkan data dan analis yang
berjumlah 10 skripsi terbagi atas jenis penelitian kualitatif &
kuantitatif. Sebanyak 10 penelitian (100%) skripsi termasuk dalam jenis
penelitian kualitatif. Sementara itu tidak ada penelitian skripsi yang
merupakan jenis penelitian kuantitatif.
Gambar 4. Jenis Penelitian Berdasarkan Paradigma
Menurut gambar di atas, diketahui
bahwa jenis penelitian skripsi berdasarkan paradigma terbagi dalam jenis
penelitian positivistik dan pascapositivistik. Sebanyak 10 penelitian skripsi
(100%) termasuk dalam jenis penelitian pascapositivistik. Tidak ada penelitian
yang termasuk dalam jenis penelitian positivistik.
Gambar 5. Jenis Penelitian Berdasarkan Tempat
Pada jenis
penelitian skripsi berdasarkan tempat, terbagi atas penelitian laboratorium,
kepustakaan, dan lapangan (kancah). Sebanyak 10 penelitian skripsi (100%) termasuk dalam jenis penelitian
lapangan. Tidak ada penelitian skripsi yang masuk dalam kategori penelitian
laboratorium dan kepustakaan.
C. Pembahasan
Dari data-data penelitian di atas dapat diketahui bahwa jenis penelitian
skripsi berdasarkan tingkat expalanasinya adalah jenis penelitian dekriptif,
komparatif, dan asosiatif. Sebanyak 6 skripsi atau 60% merupakan jenis
penelitian deskripsi. Tidak ada skripsi yang
jenis penelitiannya komparatif dan asosiatif. Ini menunjukan bahwa
mayoritas jenis penelitian skripsi berdasarkan tingkat eksplanasinya adalah
penelitian deskriptif. Jenis penelitian skripsi dilihat dari metodenya
berjumlah 4 skripsi. 2 skripsi atau 20% merupakan jenis penelitian evaluasi. 2
skripsi lainnya, juga 20% termasuk dalam jenis penelitian PTK (action research). Dari 10 skripsi yang
diteliti, 60% diantaranya adalah penelitian deskriptif. 20% termasuk dalam
penelitian PTK sementara 20% lainnya termasuk dalam penelitian evaluasi.
Jenis
penelitian lain, berdasarkan data dan analis terbagi atas jenis penelitian
kualitatif & kuantitatif. Sebanyak 10 penelitian (100%) skripsi termasuk
dalam jenis penelitian kualitatif. Sementara itu tidak ada penelitian skripsi
yang merupakan jenis penelitian kuantitatif. Banyaknya (hingga seluruhnya)
penelitian skripsi pada konsentrasi pembelajaran terkait dengan paradigma
penelitian yang dianut oleh Teknologi Pendidikan, yaitu paradigma
pascapositivistik.
Selanjutnya diketahui bahwa jenis
penelitian skripsi berdasarkan paradigma terbagi dalam jenis penelitian
positivistik dan pascapositivistik. Sebanyak 10 penelitian skripsi (100%)
termasuk dalam jenis penelitian pascapositivistik. Tidak ada penelitian yang
termasuk dalam jenis penelitian positivistik. Karena ada keterkaitan dengan
data dan analisis, pendekatan dalam berbagai penelitian dalam skripsi
konsentrasi pembelajaran menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian
yang digunakan pun akan berbeda dengan penelitian berparadigma positivistik.
Penelitian skripsi, hasilnya, tidak dapat digeneralisasikan begitu saja. Secara
sederhana, jika penelitian skripsi mengenai belajar seseorang, maka hasilnya
hanya berlaku bagi orang tersebut dan tidak dapat digeneralisasikan.
Selain itu, pada
jenis penelitian skripsi berdasarkan tempat, terbagi atas penelitian
laboratorium, kepustakaan, dan lapangan (kancah). Sebanyak 10 penelitian
skripsi (100%) termasuk dalam jenis
penelitian lapangan. Tidak ada penelitian skripsi yang masuk dalam kategori
penelitian laboratorium dan kepustakaan. Masih terhubung dengan paradigma
penelitian, penelitian dalam ranah Teknologi Pendidikan, khususnya pada
konsentrasi pembelajaran hampir semuanya berparadigma pascapositivistik. Hal
ini berpengaruh langsung pada metode penelitian yang dilakukan. Dalam
penelitian lapangan, peneliti melakukan penelitiannya langsung di tempat
penelitian. Peneliti bahkan terlibat langsung dengan objek yang diteliti agar
mendapatkan hasil yang akurat.
D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
diambil kesimpulan mengenai peta penelitian skripsi konsentrasi pembelajaran di
Jurusan Teknologi Pendidikan sebagai berikut. 1) Dari 10 skripsi yang diteliti,
60% diantaranya adalah penelitian deskriptif. 20% termasuk dalam penelitian PTK
sementara 20% lainnya termasuk dalam jenis penelitian evaluasi. 2) Mayoritas
penelitian skripsi termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. 3) Keseluruhan penelitian skripsi
menggunakan paradigma pascapositivistik, dan 4) mayoritas penelitian skripsi (seluruhnya 100%) termasuk
dalam jenis penelitian lapangan.
Kiranya kecenderungan penelitian
skripsi konsentrasi pembelajaran yang berkutat pada penelitian kualitatif,
deskriptif, lapangan, evaluasi, juga dengan paradigma pascapositivistik
merupakan hal yang biasa. Paradigma positivistik memang cenderung mengarahkan
mahasiswa dan penelitian skripsinya pada jenis penelitian tertentu. Akan tetapi
tidak menutup kemungkinan mahasiswa TP yang akan mengambil skripsi bisa
mengeksplor topik penelitian dan jenis penelitian lain secara kreatif tanpa
keluar dari paradigma pascapositivistik yang seolah menjadi pakem bagi setiap
penelitian skripsi di jurusan Teknologi Pendidikan.
E. Daftar Pustaka
Siregar, O.
(2010). Pertanyaan Seputar Metode
Penelitian. Diakses tanggal 15 April 2012 dari http://opang-innovationclass.blogspot.com/
penelitian 2011_03_01_archive.html
The AK3. ( 2011). Jenis Penelitian Berdasarkan Tempat. Diakses tanggal 15
April 2012 dari http://walangkopo99.blogspot.com/
jenis-penelitian-berdasarkan-tempat.html
Affandi, A.
Metode penelitian Jenis dan Data. Diakses tanggal 15 April 2012 dari http://merahitam.com/metode-penelitian-jenis-dan-data.html
Indrayanto. (2010) Jenis-jenis Penelitian. Diakses
tanggal 15 April 2012 dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/Jenis-Jenis
Penelitian.htm
Penyusun:
Lian Anggraeni
Yesi Kartikasari
Zahrotul Uyun
1 komentar
Diposting oleh
ZU_Cute
di
17.46
Penelitian Computer Based Learning
Pendahuluan
Mary Alice
White (1987) mengutarakan bahwa “what we need to do, then, is to educate as
tough this technological revolution is what it really is—the third learning
revolution—the most important change in learning since the 16th
Century”. Tidak berlebihan rasanya jika adanya revolusi dalam belajar
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang banyak
menarik perhatian khalayak dalam dunia pendidikan pada abad ke 20 adalah
kemunculan komputer.
Komputer
adalah alat yang dipakai untuk mengolah data menurut perintah yang telah
dirumuskan. Memang, fungsi komputer adalah untuk mengolah informasi, baik itu
yang bersifat matematis maupun nonmatematis. Komputer awalnya memang menarik
perhatian, tapi komputer generasi
pertama (era 1940an) penggunaannya baru sebatas untuk tujuan militer atau
intelejen. Ini terkait dengan situasi politik pada perang dunia II. Butuh biaya
yang sangat besar untuk mempunyai komputer, dan juga diperlukan ruangan khusus
sebagai tempat mesin komputer itu sendiri. Pada era 1948an, komputer generasi kedua muncul yang dimotori
oleh penemuan transistor. Dengan ditemukannya transistor, ukuran mesin komputer
menciut sehingga biaya manufakturingnya murah. Komputer jadi semakin
affordable. Karena itu komputer mulai merambah institusi lain di luar
pemerintah dan mulai digunakan juga di universitas. Komputer juga sudah
terhubung dengan printer, dan media penyimpan data eksternal disket.
Kembali ke
topik revolusi belajar, kita tahu bahwa teknologi pendidikan merupakan disiplin
yang selalu jeli memandang perkembangan zaman dan teknologi. Selalu akan ada
peluang bahwa teknologi bisa dimanfaatkan untuk tujuan ‘belajar’. Dan, mulailah
diadakan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan komputer dalam dunia
instruksional.
Penelitian
berkaitan dengan penggunaan komputer dalam pendidikan pada akhir abad 20
nyatanya melalui proses yang lumayan panjang. Ada beberapa tahap yang harus
dilewati, dengan berbagai hasil penelitian dan kritik yang menyertainya. Dalam masa-masa
itu peneliti berupaya menemukan makna relasi komputer dan fasilitasi belajar.
Seiring dengan penelitian-penelitian tersebut, beragam istilah yang berhubungan
dengan penggunaan komputer dalam pendidikan muncul. Misalnya CAI (computer
assisted learning), CBI (computer based instruction), CBL (computer based
learning), CBE (computer based education), dan CAL (computer assisted
learning). Penelitian tentang penggunaan komputer dalam pendidikan
disebut-sebut sebagai penelitian CBL. Lalu, berbagai pertanyaan kemudian
menyeruak. Apakah istilah-istilah lain (CAI, CBI, CBE, CAL) berbeda dengan CBL?
Apakah istilah CBL memang pantas disematkan untuk mewakili ladang penelitian ini? Lalu, bagaimana penelitian
CBL ini kemudian berjalan?
Pembahasan
Terdapat perbedaan
pengertian pada terminasi CAI, CBI, CBL, CBE, CAL. Berikut ini merupakan
penjabarannya.
v CAI
(computer assisted learning)
CAI
dikonotasikan sebagai pendekatan belajar terprogram yang tujuan pendidikannya
diraih melalui pengajaran langkah demi langkah. Seringkali CAI diartikan
sebagai komputer yang menyampaikan informasi pada siswa. CAI menuntun siswa
untuk menggunakan komputer di kelas baik dalam hal tutorial software maupun
drill and practice.
v CBI
(computer based instruction)
CBI (Computer based
Instruction) adalah sebuah pembelajaran terprogram yang menggunakan komputer
sebagai sarana utama atau alat bantu yang mengkomunikasikan materi kepada siswa.
Banyak yang menyamakan metode CBI dengan CAI (Computer Assisted Instruction)
padahal sebenarnya metode tersebut merupakan 2 buah metode yang berbeda.
Perbedaan yang mendasar terdapat pada penggunaan multimedia belajarnya. Pada
CAI peran guru tidak semuanya dihilangkan dan komputer hanya beperan sebagai
pendamping guru dalam menyampaikan materi, tidak halnya dengan CBI pada CBI
komputer menjadi pusat pembelajaran (center of learning) dimana siswa berperan
lebih aktif dalam mempelajari suatu materi dengan media utama komputer.
v CBL
(computer based learning)
CBL merupakan
istilah yang menjelaskan segala aktifitas belajar siswa yang terkait dengan
penggunaan komputer. Istilah ini dikenali secara umum karena situasi belajar
menggunakan komputer dalam CBL, komputer tersebut digunakan sebagai alat
pendidikan, tapi tidak mengantarkan informasi maupun mengajar siswa. CBL lebih
pada istilah umum tentang aplikasi komputer di sekolah.
v CBE
(computer based education)
Computer based education merujuk pada
penggunaan komputer sebagai acuan utama dalam pendidikan. Pendidikan ini dalam
arti luas, berbeda dengan istilah pembelajaran dan pengajaran yang berarti
sempit. Pendidikan di sini dapat merujuk pada level-level dalam pendidikan,
misalnya SD, SMP, Universitas, dsb.
v CAL
(computer assisted learning)
Menurut
Martiningsih (2007) computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang
menggunakan alat bantu utama komputer. Misalnya, penggunaan komputer untuk
mempresentasikan materi belajar, tutorial dan umpan balik kemajuan belajar
siswa. CAL ini juga sebagai bagian
integral dalam sistem pembelajaran terhadap proses belajar dan mengajar yang
bertujuan membantu siswa dalam belajarnya bisa melalui pola interaksi dua arah
melalui terminal komputer mau pun multi arah yang diperluas melalui jaringan
komputer (baik lokal mau pun global) dan juga diperluas fungsinya melalui
interface (antar muka) multimedia.
Istilah CBL
lebih sesuai untuk mewakili ranah penelitian penggunaan komputer untuk
pendidikan. Dari istilahnya saja, computer based learning, segala sesuatu yang
berkaitan dengan belajar dengan penggunaan komputer sebagai acuan utama, sudah
meliputi berbagai istilah-istilah lainnya yang mempunyai pengertian lebih
spesifik.
Tahap-tahap penelitian CBL
Penelitian awal
Pada
penelitian awal CBL, kajian sengaja difokuskan pada ‘komputer’ sebagai variabel
independen dan komputer sendirian dianggap dapat mempengaruhi proses belajar.
Clark (1985) menungkapkan bahwa penelitian awal tentang CBL mengulangi
kesalahan yang sama seperti pada penelitian awal perbandingan media. Kesalahan
yang paling terlihat selain komputer sebagai variabel independen, juga
kekurangtepatan alat ukur atau variabel pengukuran outcome dari suatu
penelitian. (Haechan, Baker, 1989; Rebok, 1989; Shoenfeld, 1985).
Penelitian Lanjutan
Tidak ingin
mengulangi kesalahan yang sama, maka untuk perbaikan pada penelitian CBL selanjutnya
para pakar membuat kategorisasi untuk CBL yang akan mempermudah dalam proses
penelitian. Simonson & Thompson (1990) mengklasifikasikan aplikasi komputer
berdasarkan tipe software, yaitu:
1.
Drill & practice
2.
Computer tutorial.
3.
Simulation
4.
Problem solving. Didesain untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk belajar dan menggunakan kemampuan problem solving.
Akan tetapi alat ukur yang digunakan hanya menilai konten pengetahuan, bukan
kemampuan problem solving itu sendiri.
5.
Tool Software. Sheingold, Hawkins, & Kurland
(1984) menyatakan tool software digunakan untuk meningkatkan pengajaran dan
proses belajar di semua area subjek. Nyatanya sedikit sekali bukti empirik yang
dapat membuktikan hal itu.
6.
Computer manage instruction (CMI). Banyak
pendidik menyarankan CMI sbg langkah pertama dalam proses pendidikan oleh guru.
Kategorisasi
kedua diutarakan oleh Robert Taylor (1990). Ia menekankan bahwa komputer dapat
digunakan sebagai 1) tutor, 2) alat/tool, 3) tutee. Konsep komputer sebagai
tutee merupakan hal yang baru dan membutuhkan penjelasan. Taylor mengemukakan
siswa dapat mengajar komputer menjadi tutor atau alat.
Kategorisasi
ketiga yang cenderung disebut taksonomi dikemukakan oleh Rex Thomas dan Peter
Boysen. Pada sistem kategorisasinya, program yang sama pada CBL bisa
diklasifikasikan pada area yang berbeda tergantung pada bagaimana guru
menggunakan program dalam pengajaran.
1.
Termed experiencing
2.
Termed informing
3.
Reinforcing programs
4.
Integrating programs
5.
Utilizing
Sistem
kategorisasi Thomas dan Boysen mencoba membangun respek pembelajar terhadap
materi atau program dalam CBL. Hingga mislanya dapat memunculkan pertanyaan:
apakah simulasi lebih baik digunakan pada level experiencing ataukah pada level
integrating?
Kategorisasi
terakhir diungkapkan oleh Dede (1987). Ia berpendapat di masa depan software
pendidikan akan dapat mempunyai ‘peningkat kognisi’ yang memungkinkana manusia
meningkatkan kognisinya melalui aplikasi komputer. Peningkat kognisi yang
dimaksud adalah:
1.
Empowering environment
2.
Hypermedia
3.
Microworlds
Semua sistem
kategorisasi yang diajukan pakar membantu menyediakan arah secara spesifik
tentnag variabel independent dalam penelitian CBL. Tentu, semua sistem
kategorisasi mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing.
Penelitian meta-analitik
Penelitian
meta-analisis didesain untuk meringkas dan mensistesis penemuan penelitian
dalam area penelitian tertentu. Kulik, Bangert dan Williams menyelesaikan tiga
penelitian meta-analitik yang cukup luas mengenai CBL (Kulik saja) dan CBE di
sekolah. Kulik menyimpulkan bahwa pendekatan komputer sangat efektif untuk
siswa SD dan juga efektif untuk mahasiswa. Ia juga menyimpulkan bahwa
pendekatan CBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa, menghemat waktu guru dan
siswa, meningkatkan sikap (respek) terhadap sekolah dan subjek tertentu.
pendapatnya ini sering dianggap sebagai rujuakan bahwa pendekatan CBL memang
benar-benar efektif.
Kelemahannya,
metodologi yang Kulik gunakan banyak mendapat kritikan. Terutama karena
penelitian yang Kulik review diadakan sebelum mikrokomputer menyebar secara
luas di sekolah-sekolah. Penelitiannya seharusnya terkait dengan situasi saat
mikrokomputer sudah menyebar dan digunakan secara luas di sekolah.
Setelah
Kulik, MD. Robyler (1988) mengemukakan
penelitian yang menyempurnakan hasil penelitian dari Kulik sebelumnya. Ia
menyebutkan bahwa aplikasi komputer memang efektif untuk mengajar matematika
daripada mengajar membaca dan keterampilan bahasa. Hasil penelitiannya yang
lain, ia menyimpulkan bahwa efek penggunaan komputer sangat tinggi pada
mahasiswa dan sangat rendah pada siswa SMP. Hal ini berarti bahwa CBL akan
sangat efektif bila diterapkan pada mahasiswa. Selain itu, ia mengemukakan
terdapat perbedaan keefektifan penggunaan komputer pada perempuan dan
laki-laki.
Kelemahan dari
penelitian Kulik dan Robyler, penelitian yang mereka review rata-rata masih
menggunakan variabel pengukuran yang berdasarkan ‘pengukuran prestasi
berstandar’/standardized achievement measures yang sempat dikritik di awal-awal
penelitian CBL. Di sisi lain, penelitian yang berfokus pada efek atribut
tertentu dan penggunaan komputer pada outcome siswa tertentu, sulit
dikombinasikan dan dianalisis.
Penelitian Deskriptif
Penelitian
deskriptif melaporkan ‘apa yang ada’ pada penggunaan komputer di sekolah telah
menyediakan pengetahuan/wawasan yang berguna.
Becker
melakukan penelitian beberapa kali tentang CBL di sekolah-sekolah Amerika
Serikat. Pada Pada penelitian terakhirnya Becker menyimpulkan bahwa ‘pemrosesan
kata’ merupakan aktivitas belajar komputer yang paling umum di sekolah-sekolah
AS.
Selain
Becker, penelitian deskriptif dilakukan oleh Office of Technology Assessment
(OTA) in 1988. OTA melaporkan bahwa meskipun teknologi interaktif tidak bisa
menyelesaikan masalah pendidikan di AS, teknologi tersebut tetap memberikan
kontribusi pada peningkatan dalam hal belajar. OTA menganjurkan agar penelitian
yang dibutuhkan terjadi dengan baik, kerjasama yang dekat antara berbagai
anggota komunitas penelitian dan ‘ruang kelas’ harus difasilitasi.
Pada isu
desain CBL, Criswell (1989) mengungkapkan banyak peneliti berfokus pada
pencarian titik paling efektif dalam mendesain pengalaman CBL untuk siswa. Antarmuka siswa-komputer merupakan
salah satu keunikan dari CBL. Penelitian mengenai monitor komputer juga
dilakukan, termasuk oleh Galitz (1981).
Saran
Setelah
melewati beberapa tahap dalam penelitian CBL, ada beberapa saran yang
dikemukakan para peneliti sehubungan dengan kelemahan penelitiannya. Berikut
merupaka beberapa anjuran tersebut:
1.
Penelitian lanjut pada efek pemrograman
pengalaman dalam pengembangan keterampilan problem solving siswa.
2.
Penelitian lanjut penggunaan komputer dalam
pengajaran menulis
3.
Penelitian lanjut pada simulasi dan microworlds
untuk mengajar keterampilan problem solving yang lebih tinggi.
4.
Penelitian lanjut penggunaan alat untuk
meningkatkan tugas belajar
5.
Penelitian lanjut pengembangan kurikulum baru
dalam belajar bagaimana belajar.
Bagaimanapun,
saran yang cukup relevan dengan keadaan saat ini adalah saran 3, 5. Saat ini,
dengan kemajuan teknologi dan taraf pendidikan yang tinggi, serta
globalisasi, keterampilan problem
solving yang tinggi sangat dibutuhkan. Karena itu, saran 3 sangat relevan.
Sementara itu, saat ini tren dalam pendidikan adalah how to learn, sebagai
upaya untuk mencetak output pendidikan yang bisa survive dan mandiri di tengah
persaingan global, juga terhadap gonjang ganjingnya kurikulum di indonesia,
maka saran no 5 juga relevan. Sementara itu saran yang lainnya terasa trivial
jika dibandingkan dengan keadaan saat ini.
Daftar Pustaka
Thompson, A.
D., Simonson, M. R. & Hargrave, C.
P. 1992. Educational Technology: A Review
of The Research. Washington: AECT
Riyanto,B. 2009. Pengembangan CAL
( Computer-Assisted Learning) untuk Pembelajaran Berpikir Matematika Tingkat Tinggi.
Diakses dari http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29
/ renc ana-tesis/
Nugroho, I. 2010. Computer
Based Instruction (CBI). Diakses dari http://indrockz.blogspot.com/20 1 0 /07/computer-based-instruction-cbi.htm
0
komentar
Diposting oleh
ZU_Cute
di
17.55
TPers dan Kategori Adopte
Label: difusi inovasi, inovasi
Inovasi dan Kategori Adopter
Inovasi merupakan suatu gagasan/ide,
praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau kalangan tertentu.
inovasi bisa lahir dari tangan siapa saja dan kapan saja. Tentu saja inovasi diciptakan
dengan harapan dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah. Inovasi juga lahir di
berbagai bidang, khususnya pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, ada prodi
khusus yaitu Teknologi Pendidikan yang tujuan mulia utamanya adalah
memfasilitasi pembelajaran. Dengan kata lain teknologi pendidikan berupaya
memecahkan masalah belajar, agar orang bisa belajar, entah itu dengan
menggunakan cara tertentu, atau memanfaatkan sumber-sumber tertentu. selain
itu, teknologi pendidikan juga selalu berupaya menghasilkan inovasi-inovasi di
ranah pembelajaran atau pendidikan umumnya dalam rangka memudahkan orang untuk
belajar. Apa saja inovasinya? Inovasi yang dihasilkan teknologi pendidikan
tentu saja tak terhitung banyaknya. Tengoklah masa-masa awal penelitian media,
hingga tren hypermedia. Dan kini ranah pembelajaran sudah menyentuh pada dunia
berjaringan.
Bicara tentang inovasi, teknologi
pendidikan sudah pasti harus bisa menghasilkan suatu inovasi, entah itu dengan
cara discovery, invention, atau bahkan ATM, amati, tiru dan modifikasi.
Menghasilkan inovasi saja tidak cukup. Inovasi harus ada yang mengadopsinya.
Karena itu ada yang namanya difusi inovasi, serta para adopter yang mengadopsi
inovasi. Para adopter ini dikategorikan secara khusus menjadi lima, yaitu
innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Namun,
bagaimana dengan persepsi mahasiswa TP (TPers) sendiri mengenai pengkategorian
ini? Jika mereka merupakan subjek dari suatu inovasi, kategori adopter mana
yang sesuai dengan mereka pribadi?
Berikut ini merupakan hasil survey
melalui internet review mengenai pendapat mahasiswa berkaitan dengan kategori
adopter.
Tabel 1. TPers dalam Kategori
Adopter
Dari tabel di atas tentang kategori
adopter dari TPers, 10 orang adalah innovator. Delapan orang adalah early
adopter, 10 orang early majority, dan 2 orang adalah late majority.
Grafik 1. TPers dalam
Kategori Adopter
Dari grafik di atas tentang kategori
adopter dari TPers, 10 orang adalah innovator. Delapan orang adalah early
adopter, 10 orang early majority, dan 2 orang adalah late majority.
Grafik
2. TPers dalam Kategori Adopter
Dari diagram di atas tentang kategori adopter dari TPers, 33%
orang adalah innovator. 27% orang adalah early adopter, 33% orang early majority, dan 7% orang adalah late
majority.
Tabel 2. Alasan TPers dalam
Kategorisasi Adopter
Dari tabel di atas diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 6 orang berpendapat TPers
cepat menerima inovasi. 11 orang berpendapat TPers mampu menghasilkan inovasi
khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 9 orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 2 orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 2 orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
Grafik 3. Alasan TPers
dalam Kategorisasi Adopter
Grafik di atas menggambarkan
kuantitas dari alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter.
Grafik 3. Alasan TPers
dalam Kategorisasi Adopter
Dari diagram di atas diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 20% orang berpendapat
TPers cepat menerima inovasi. 37% orang berpendapat TPers mampu menghasilkan
inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 30% orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 7% orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 7% orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
TPers dalam Kategori Adopter
Berdasarkan data di atas, dapat kita
ketahui bahwa TPers dalam memosisikan dirinya dalam kategori adopter sebagi
berikut. 33% orang memilih menjadi innovator. 27% orang menganggap dirinya
early adopter, 33% orang memilih aman
menjadi early majority, dan 7% orang menganggap dirinya late majority. Dengan
demikian mayoritas TPers lebih memosisikan dirinya sebagai innovator dan early
majority. Rogers dalam penelitiannya menjabarkan ciri-ciri dari tiap kategori
adopter ini. Jadi, dapat kita bayangkan mengapa TPers ini berbeda-beda dalam
mengkategorikan dirinya pada tipe-tipe adopter inovasi.
Sementara itu, diketahui
alasan-alasan TPers dalam kategorisasi adopter,yaitu 20% orang berpendapat
TPers cepat menerima inovasi. 37% orang berpendapat TPers mampu menghasilkan
inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran. 30% orang berpendapat dalam
mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. 7% orang berpendapat
mengadopsi inovasi setelah kebanyakan orang sudah mencoba dan mengadopsi
inovasi, dan 7% orang berpendapat TPers sebagai adopter adalah pelopor yang
memperhatikan keuntungan dan kerugiaan atas inovasi.
Pada data sebelumnya terlihat jelas
bahwa sebagian TPers mengkategorikan dirinya sebagai innovator, bila setelah
lulus nanti dari prodi TP. Dan alasan yang paling jamak dalam pengkategorian
adopter ini adalah TPers mampu menghasilkan inovasi, khususnya untuk
memfasilitasi pembelajaran. Sebagai innovator TPers berpikir bahwa mereka
setidaknya harus menghasilkan sebuah inovasi dalam rangka memcahkan masalah
belajar. Padahal dalam kategori adopter menurut Rogers, innovator merupakan
individu yang pertama kali menerapkan inovasi, fresh from the oven, terlepas
apakah dia inventor dari inovasi itu ataukah bukan. Menurut Rogers lagi,
seorang innovator berani mengambil resiko kegagalan atas inovasi yang
diadopsinya, dan tentu ia lebih open minded dan dekat dengan sumber-sumber
pengetahuan.
Perbedaan mengenai pendapat TPers
dalam mengkategorikan dirinya bisa disebabkan oleh hanya satu sebab, yaitu
heterofilitas atau heterogenitas. Memang, TPers berada dalam jurusan yang sama,
kelas yang sama, di ajar oleh dosen yang sama, tapi itu tidak berarti membuat
mereka menjadi seragam dalam hal selera dan pikiran. Dalam difusi inovasi sendiri dikenal istilah
heterofili dan homofili. Hal yang paling menarik tentu saja heterofili. Meski
orang-orang dalam heterofili berada pada wilayah/tempat yang sama, tetapi
mereka mempunyai status sosial yang berbeda, latar belakang keluarga yang
berbeda (semisal suku, ras agama), tingkat pendidikan yang berbeda, bahkan
perbedaan kebiasaan. Hal-hal semacam inilah yang membuat difusi inovasi
menarik. Imbasnya adalah adanya kategori-kategori adopter. Innovator, early
adopter, early majority, late majority, laggard, punya kekhasannya masing
masing. Perbedaan kategori adopter ini malah akan memudahkan dalam penyususna
strategi difusi inovasi yang tepat.
Dengan demikian dalam hal TPers dan
kategori adopter, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, mayoritas
TPers mengkategorikan dirinya sebagai innovator dan early majority seiring
dengan kenyataan bahwa ia akan terjun ke masyarakat sebagai lulusan TP. Kedua,
alasan yang paling sering diungkapkan tentang kategorisasi ini adalah TPers
mampu menghasilkan inovasi khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran, serta
dalam mengadopsi inovasi membutuhkan kompromi dan kehati-hatian. Ketiga, adanya
perbedaan pendapat di antara TPers mengenai kategorisasi adopter ini karena
unsur heterofilitas pada tiap-tiap TPers.
Langganan:
Postingan (Atom)